Kejari SBB ‘Bungkam’ Kasus Rp15 Miliar Korupsi Pembangunan Masjid Raya Piru

Kejari SBB ‘Bungkam’ Kasus Rp15 Miliar Korupsi Pembangunan Masjid Raya Piru

Lensaperistiwa.com Ambon

Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Masjid Raya Nurul Yasin di Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), kembali mengemuka.

Pasalnya, pembangunan Masjid Raya Nurul Yasin sejatinya diharapkan menjadi ikon keagamaan di Kabupaten SBB. Namun kini, proyek tersebut justru menjadi simbol buruk tata kelola anggaran daerah.

Publik menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) SBB terlalu lama berdiam diri, sementara proyek bernilai miliaran rupiah itu diduga telah mangkrak dan menyisakan tanda tanya besar mengenai ke mana aliran anggarannya.

Proyek yang semestinya menjadi kebanggaan masyarakat SBB tersebut dihentikan total, dengan alasannya klaim kepemilikan lahan.

Warga pemilik tanah menegaskan bahwa pemerintah daerah belum membayarkan biaya pembebasan lahan. Tak hanya itu, pekerja bahkan disebut-sebut sudah lama menunggak upah.

Penghentian ini memicu kecurigaan publik bahwa proyek tersebut sejak awal dipaksakan berjalan tanpa prosedur yang benar.

Kontrak kerja senilai Rp4,34 miliar dari APBD–DAU Tahun Anggaran 2022 dengan masa kerja hanya 90 hari, dinilai tidak masuk akal jika dibandingkan dengan kondisi fisik bangunan yang hingga kini masih jauh dari rampung.

Ironisnya, total anggaran yang diklaim telah digelontorkan sudah mencapai Rp15 miliar, namun wujudnya di lapangan tidak lebih dari struktur mangkrak yang mulai rusak dimakan cuaca.

Aktivis Seram Bagian Barat, Husen Sedubun, menyebut situasi ini sebagai bukti kuat adanya dugaan penyimpangan anggaran yang dilakukan secara terstruktur.

“Jangan lagi berlindung di balik alasan sengketa lahan, fakta bahwa Rp15 miliar uang rakyat sudah keluar tanpa hasil yang sepadan adalah indikasi korupsi yang tidak bisa ditutup-tutupi,” tegas Sedubun.

Menurutnya, sejak awal publik sudah mencium adanya kejanggalan dalam proses perencanaan, penganggaran, hingga eksekusi proyek.

Ia mengingatkan bahwa dirinya bersama GPII SBB pernah melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kejari, menuntut transparansi atas penanganan kasus tersebut.

Namun hingga saat ini, kata dia, Kejari SBB masih menunjukkan sikap diam.

“Kasi Intel Kejari bilang kasus ini masih ditangani dan dalam pengembangan, tapi publik tidak pernah diberi update apa pun, seolah-olah kasus ini sengaja digantung,” kritiknya.

Sedubun mendesak Kejari SBB untuk berhenti bermain aman dan segera membuka siapa pihak-pihak yang diduga paling bertanggung jawab.

Dia menilai bahwa semakin lama Kejari menahan informasi, semakin besar kecurigaan masyarakat bahwa ada kekuatan tertentu yang mencoba menghalangi proses hukum.

Sedubun menegaskan bahwa kejaksaan memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menjelaskan secara transparan perkembangan proses penyelidikan.

“Ini uang rakyat. Bukan dana pribadi pejabat. Kejaksaan harus menjelaskan ke publik siapa yang bermain, bagaimana anggaran Rp15 miliar bisa habis tanpa hasil, dan mengapa proyek sebesar ini dibiarkan mangkrak,” pungkasnya.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari SBB Gunanda Rizal, yang dikonfirmasi media ini hanya memberikan jawaban yang sangat singkat.

“Waalaikumsalam, masih dalam tahap penyelidikan,” ucap Kasi Intel dalam pesan WhatsAppnya, yang diterima media ini.(*)

lensaperistiwa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *