Wakasek! SMP PGRI Wassu Diduga Aniaya Murid Hingga Luka Robek Ditelinga

Lensaperistiwa.com Ambon Kejadian kekerasan fisik menimpa tiga siswi SMP PGRI Wassu, Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), yakni Herlin Saiya, Keren E. Salakory, dan Amelya N. Seran, telah mengguncang masyarakat serta memicu perdebatan sengit mengenai sistem disiplin di sekolah.
Ketiga siswi tersebut mengalami kekerasan yang dilakukan oleh Ibu Dewi Moren Ririhena, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek).
Insiden ini bermula dari perintah Ibu Dewi kepada para siswa untuk membuatkan teh. Namun, alih-alih menerima tugas tersebut dengan tenang, Ibu Dewi diduga melakukan tindakan kekerasan berujung penganiayaan.
Korban Herlin Saiya kepada wartawan sambil menangis Kamis, (27/02/2025), ia mengakui bahwa dirinya merupakan salah satu korban cubitan yang di lakukan oleh ibu guru, “beta deng tamang – tamang di suruh bikin teh namun ibu guru cubit telinga sampai Beta pung daun telinga luka terkena kuku,” urainya dengan dialek Ambon.
Korban lain, Keren E. Salakory juga mengalami cubitan yang menyebabkan antingnya terlepas dan terlihat bekas kuku di telinganya, Amelya N. Seran merasakan sakit, perih di telinganya.
Sementara itu orangtua korban, Abramina Salakory mengungkapkan rasa kecewanya yang mendalam atas kejadian tersebut, “Saya tidak menyangka anak saya diperlakukan seperti ini hanya karena membuat teh. Ibu guru tega melakukan cubitan hingga luka di telinga sampai sekarang anak saya masih merasa pedih dan sakit,” ujarnya kesal.
Kejadian terjadi pada Rabu, (26/02/2025), menyorot masalah yang lebih luas, yaitu kurangnya pengawasan di sekolah dan yang potensi fatal bagi siswa ketika kekerasan itu terjadi.
Pihaknya menyadari bahwa dengan Ketiadaan kepala sekolah, yang telah meninggal dunia, diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tindakan kekerasan ini terjadi. Tanpa adanya pengawasan yang ketat
guru mungkin merasa terbebani dan bertindak semena-mena di luar batas kewenangan kepada murid.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai kesejahteraan guru dan pelatihan apakah! Guru dibekali dengan pelatihan yang cukup untuk menangani masalah disiplin siswa tanpa harus menggunakan kekerasan fisik? Apakah mereka memiliki akses terhadap dukungan psikologis yang memadai untuk mengatasinya?
Sebagai lembaga pendidikan seharusnya memberikan hal yang sejuk kepada murid ketika waktu jam sekolah berlangsung bukan malah membuat murid meresa tidak nyaman ketika berada di sekolah. Hal demikian sesuai Undang – Undang Pidana Kekerasan terhadap anak di sekolah telah tertuang Pasal 35 Tahun 2004 tentang perlindungan anak dan kekerasan fisik, psikis, kejahatan maupun halain yang berpotensi pada psikis anak yang melarang agar tak melakukan kekerasan terhadap anak di sekolah jika hal demikian terjadi maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta, bagi para pelaku kejahatan.
Selain itu Undang -Undang 14 Tahun 2005 tentang, mengatur tentang hak dan kewajiban guru di Indonesia, melindungi guru dari ancaman atau tindakan kekerasan yang mungkin dilakukan oleh pihak luar guru yang melakukan pelanggaran serius akan dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), dalam hal ini Kepala Dinas, Husen Mukadadi diminta untuk segera memanggil dan mengevaluasi Wakasek SMP PGRI Wasu guna mempertanyakan hal di maksud terkait dengan kekerasan yang di lakukan olehnya.
Hingga berita ini di terbitkan pihak sekolah belum memberikan pernyataan resmi terkait masalah dimaksud. Kasus ini telah menjadi sorotan publik dan memicu desakan agar dilakukan investigasi menyeluruh dan diberikan sanksi yang setimpal kepada pihak yang bertanggung jawab.(*)