KPK Temukan Deviasi Minus 31 persen di Proyek Sekolah Jakarta, Ribuan Siswa Terdampak

Lensaperistiwa.com – Jakarta
Proyek pembangunan sekolah di DKI Jakarta menuai sorotan tajam setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan penyimpangan signifikan. Hasil tinjauan langsung Satuan Tugas II Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK mengungkap adanya deviasi sebesar minus 31 persen dalam pembangunan sekolah, termasuk Unit Sekolah Baru (USB) SMA di Cikini, Jakarta Pusat.
Temuan ini mencuat saat tim KPK mengunjungi beberapa lokasi proyek pendidikan yang dibiayai APBD DKI tahun 2024, dengan nilai kontrak mencapai Rp262 miliar. Dari enam paket proyek, salah satu yang paling bermasalah adalah USB SMA Cikini senilai Rp61 miliar, yang progres pembangunannya masih jauh dari target.
Ketertinggalan pekerjaan berdampak langsung terhadap proses belajar mengajar. Para siswa SDN 01 dan 02 Cikini sejak Mei 2024 terpaksa direlokasi ke sekolah lain, berbagi ruang dan waktu belajar dengan siswa lain di SDN 03 dan 05 Gondangdia. Jam pelajaran dipadatkan, efektivitas belajar pun menurun.
“Kita bicara soal hak anak atas pendidikan yang layak. Keterlambatan proyek ini bukan sekadar angka, tapi soal masa depan generasi penerus,” tegas Dwi Aprilia Linda Astuti, Kepala Satgas II Korsup Wilayah II KPK, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Sabtu (24/5/2025).
Awalnya, seluruh proyek direncanakan rampung pada 31 Desember 2024. Namun, hingga April 2025, progres pembangunan di USB SMA Cikini baru 69,11 persen. Dengan berbagai alasan teknis, Dinas Pendidikan DKI memperpanjang waktu pelaksanaan hingga 22 Juni 2025, setelah melalui tujuh kali revisi (adendum) kontrak.
Kondisi serupa terjadi di proyek rehabilitasi total SDN Duri Pulo 01–10, yang progresnya juga stagnan di angka 69,13 persen.
Namun, di tengah sorotan tersebut, ada dua proyek yang telah diserahterimakan pada 9 April 2025: SDN Kampung Bali 01 dan SDN Pasar Baru 01/03/05 serta TK Negeri Sawah Besar
Sementara dua lainnya mendekati tahap akhir: KBN dan PKBMN 29 Cempaka Baru (91,43 persen) dan SDN Karang Anyar 01/02/05/06/08 (95,35 persen)
Secara keseluruhan, rata-rata progres dari enam proyek hanya 84,90 persen, dengan beberapa titik masih jauh dari penyelesaian.
Temuan ini semakin memperkuat catatan merah Pemprov DKI Jakarta di bidang pengadaan barang dan jasa. Dalam laporan Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) 2024, skor pengadaan barang/jasa (PBJ) hanya 71, sementara subindikator independensi UKPBJ lebih rendah lagi, yakni 46.
KPK mendorong langkah korektif, termasuk: PPK dan pengawas harus rutin melaporkan progres proyek, Menyusun ulang jadwal kerja yang realistis, dan Menyurati Gubernur DKI Jakarta untuk perbaikan tata kelola PBJ
“Kita butuh perencanaan yang lebih matang, evaluasi metode pemaketan, dan pengawasan melekat yang konsisten,” tegas Linda.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Achmad S., memastikan pihaknya tetap berkomitmen menuntaskan pekerjaan. “Kami berusaha semaksimal mungkin agar gedung sekolah bisa digunakan saat tahun ajaran baru dimulai,” ujarnya.
Sementara itu, Nina Dwi Juliyanti, guru SDN 01 Cikini, menyampaikan kegelisahan para orang tua murid. “Kami banyak ditanya kapan gedung baru bisa dipakai. Kami semua berharap segera rampung agar pembelajaran bisa kembali normal.”
KPK menegaskan, pengawasan terhadap proyek pendidikan akan terus diperkuat. Setiap rupiah dari anggaran harus berdampak nyata bagi siswa, bukan hilang dalam ketidakcermatan atau praktik menyimpang.
“Anak-anak berhak belajar di ruang yang aman dan layak. Proyek yang molor bukan hanya soal teknis, tapi juga soal keadilan bagi masa depan mereka,” pungkas Linda.