Penghianatan Promoter Serta Pembangkangan Hukum, Peraturan dan Perundang – Undangan
lensaperistiwa.com – Bekasi
“Penolakan laporan korban penipuan Minyak Goreng (Migor) bernilai ratusan juta rupiah di Polsek Cikarang Barat merupakan pembangkangan terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan yang menjamin kesamaan hak di hadapan hukum dan berpotensi melanggar HAM termasuk dalam membuat laporan dengan menyebutkan ‘setiap orang yang melihat, mendengar, mengetahui terjadinya suatu tindak pidana berhak melapor ke Polisi’.
Selain itu, penolakan tersebut merupakan penghianatan dari tekad dan cita – cita Polri yang Promoter (Profesional, Modern Dan Terpercaya) untuk mendukung misi Presiden Joko Widodo dalam meningkatkan Trust (kepercayaan) masyarakat terhadap polri”
Pernyataan tersebut disampaakan Ketum DPP MAPH (Masyarakat Peduli Hukum dan Pemerintahan) John W Sijabat kepada awak media di kantornya Sabtu (18/06/2022) lalu usai menerima salah seorang warga Desa Telajung, Kec, Cikarang Barat, Kab Bekasi yang menjadi korban penipuan minyak goreng yang laporan pengaduannya ditolak padahal terduga Pelaku telah diamankan selama dua hari hari (19/04/2022 s/d 21/04/2022 – red) di Polsek Cikarang.
Disebutkab bahwa oknum penyidik NN yang belakangan disebut – sebut merupakan rekan bisnis terduga pelaku berinisial NUR yang menangani perkara tersebut tidak bersedia untuk membuat Laporan Pengaduan dengan dalih bahwa perkara tersebut bukan merupakan perkara pidana melainkan perkara perdata sebab para korban telah pernah mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan sebagian minyak goreng yang pernah dikirimkan pelaku sehingga sisa minyak goreng yang belum dikirimkan dapat dikategorikan sebagai hutang piutang, seraya menyarankan agar para korban berdamai yang diduga bertujuan untuk meloloskan terduga pelaku dari jeratan hukum.
Dijelasakan John, negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.
Kitab Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebenarnya adalah pengejawantahan (perwujudan, pelaksanaan, manifestasi) dari prinsip-prinsip negara hukum yang terdiri dari: a) supremasi hukum; b) persamaan di depan hukum; dan c) jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Pertimbangan yang melandasi lahirnya KUHAP yang mengandung prinsip-prinsip negara hukum kemudian meresap ke dalam pasal per pasalnya, yang substansinya antara lain tentang mekanisme laporan dan pengaduan.
Laporan dimaknai sebagai pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 ayat (24) KUHAP). Sedangkan pengaduan ialah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Pasal 1 ayat (25) KUHAP).
“ Pada prinsipnya laporan dan pengaduan merupakan salah satu sistem yang disediakan untuk melindungi hak asasi manusia. Penting digarisbawahi bahwa laporan tidak harus ditempuh oleh orang yang menjadi korban. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis (Pasal 108 ayat (1) KUHAP).
Pada dasarnya, laporan atau pengaduan merupakan salah satu upaya agar hak atas rasa adil bisa diperoleh.
Hal tersebut sejalan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin, “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
KUHAP memberikan kewenangan kepada polisi (penyelidik dan penyidik) karena kewajibannya untuk menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana (Pasal 5 huruf a ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf a). Bahkan, penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat (1) KUHAP).
Kewajiban serupa juga dilekatkan kepada penyidik. Ketika penyidik mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP).
Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya Polri memiliki Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia. Pasal 14 huruf a tegas menyatakan, setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik dilarang mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor atau pihak lain yang terkait dalam perkara, yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut dipertegas dalam pasal 15 yang menyatakan, setiap anggota Polri dilarang menolak atau mengabaikan serta mempersulit permintaan pertolongan, bantuan atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya.
Sementara itu, Perkapolri Nomor 6 tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dalam Pasal 3 huruf b diatur, pada SPKT/SPK yang menerima laporan/pengaduan, ditempatkan penyidik/penyidik pembantu yang ditugasi untuk melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi.
Artinya, hasil kajian awal tidak hanya akan menentukan layak dibuatkan laporan polisi, namun juga sebaliknya, hasil kajian awal dapat menentukan laporan polisi tidak dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu.
“Kendati demikian, yang mesti dititikberatkan, pertama harus ada kajian terlebih dahulu. Kedua, ketika diputuskan laporan polisi tidak dibuatkan, keputusan itu harus memiliki alasan yang sah menurut hukum, tidak boleh menyimpang dari prinsip negara hukum dan hak asasi manusia yang menyatakan setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan.
Artinya, Ketika Polisi menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat, apalagi laporan atau pengaduannya bisa dipertanggungjawabkan, tidak mengada-ada dan tentu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, pada hakikatnya polisi tidak boleh menolak atau mengabaikannya, dan jika laporan ditolak, sama saja polisi melakukan pelanggaran hukum acara sekaligus pelanggaran kode etik profesi, lebih-lebih pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu hak atas rasa adil,” jelas John.
Ditambahkan John, tugas dan fungsi kepolisian juga masuk dalam lingkup pelayanan publik. Polisi wajib tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang merupakan amanat UUD 1945.
Berdasarkan Undang – undang tersebut masyarakat berhak mendapat tanggapan pengaduan yang diajukan (Pasal 18 huruf c) dan mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan (Pasal 18 huruf i). Sementara penyelenggara (polisi) berkewajiban memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik (Pasal 15 huruf e), melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan (Pasal 15 huruf f) serta berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
“Mengingat dalam perkara penipuan minyak goreng ini penyidik telah melakukan serangkaian tindakan hukum berupa penjemputan paksa dan mengamankan terduga pelaku selama dua hari, maka pernyataan oknum penyidik yang mengaku sebagai Panit Reskrim Polsek Cikarang Barat yang secara lisan menyakan kepada awak media bahwa terkait kasus minyak goreng tersebut, ‘tidak ada laporan, tidak ada penangkapan, tidak ada penahanan, mereka datang sendiri untuk minta didamaikan maka kami damaikan’ patut dipernyakan sebab berdasarkan pengaduan yang kami terima, para korban berupaya untuk menyerkan alat bukti dan saksi untuk memenuhi dua alat bukti sebagai syarat untuk memebuat laporan/pengaduan.
Menmgingat setiap Tindakan yang dialkukan oleh penyidik terlebih lagi upaya pakasa berupa penjemptan dan pembatsan kebebsan berupa pengamanan di ruang lingkup Mapolsek Cikarang Barat harus dibuatkan Berita Acara nya, maka dalam waktu dekat ini Kami akan menyurati Kapoda dan Kabid Propam Polda Metro Jaya,” tegas John. @ IM