lensaperistiwa.com – Jakarta
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP,. Berny A Subki, mengatakan sektor perikanan di wilayah Saireri Biak Papua Barat bepotensi mampu memproduksi sekitar 1 juta ton ikan per tahun.
Namun yang menjadi kendala untuk ekspor ikan ke negara tujuan, masih melalui Jakarta, sehingga dianggap tidak efisien. Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan menginginkan ekspor produk perikanan dari Biak bisa langsung ke negara tujuan.
“Posisi teluk cendrawasih luar biasa jarak dari biak ke Jakarta 3200 km pake pesawat, jarak Biak ke Jepang 4100 km. Jadi ekspor langsung dari Biak itu adalah hal yang paling efisien. Selain untuk devisa negara juga untuk masyarakat Saireri,” ujar Berny dalam Rapat koordinasi pembangunan kesejahteraan wilayah adat Saireri di jakarta, Selasa (29/3/2022)
Berny menambahkan, unggulan dari Saireri perikanan luas lautan lebih luas dari daratanya masyarakatnya mengkonsumsi ikan sudah tinggi di atas 70 kg perkapita, sehingga masyarakatnya pintar-pintar karena mengkonsumsi ikan.
“Orang jawa masih kurang makan ikannya beda dengan si sareri konsumsi 70 kg/kapita sehingga kebutuhan ikan sangat tinggi,” tuturnya.
Berny mengatakan, kemarin ada ekspor langsuung dari Bandara Samratulangi langsung ke jepang posisinya harga separuhnya 25 ribu perkilo. Ternyata jarak dari Samratulangi ke jepang hampir sama dengan jarak samratulangi ke Jakarta 4100 km
“Jadi kalau dari biak dibawa ke Jakarta dulu dengan jarak yang sama, selain mutunya kurang, kualitas ikan akan turun karena di Jepang ikan itu di makan mentah dengan kondisi yang fresh, jadi makin cepat makin baik. Harganya juga luar biasa paling di biak harganya 1 kg Rp40 ribu, sementara di Jepang paling murah 80 dolar per kg atau setara Rp130 ribu per kg, jadi kalau diekspor langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyaraka,” katanya lagi.
“Para penangkap ikan juga senang karena harganya tinggi kemudian ikan juga bagus masuk grad A saat diterima di negara tujuan,” ujarnya.
Berny menjelaskan, beberapa faktor yang membuat potensi perikanan di Biak bisa lebih maju jika diekspor langsung tanpa melalui Jakarta adalah Jepang memiliki nilai impor tinggi, Amerika Serikat (AS) konsumsi ikan nomor satu di dunia.
Data menunjukkan, AS total impornya mencapai 23 -24 miliar dollar, sementara Indonesia baru ekspor ke Amerika sekitar 2 miliar dolar atau baru 9 persen, dengan mayoritas yang di sukai AS selain udang juga tuna.
Tiongkok impor dunianya baru 15 miliar USD sementara dari Indonesia, baru masuk 800 juta dolar USD. Tiongkok lebih menyukai rumput laut dari Indonesia.
Potensi rumput laut juga ada di Teluk Cendrawasih, karena itu jika diekspor langsung dari Biak akan lebih mudah lagi.
Kemudia nomor tiga Jepang, Korea Selatan dan Uni Eropa itu adalah lokasi strategis yang bisa ditempuh oleh Biak karena daerah tersebut bisa lebih dekat dan lebih murah angkutan logistiknya.
Benny menuturkan, ikan-ikan yang lebih disukai dunia, nomor satu Salmon kemudian udang, tuna cakalang, cumi sotong dan gurita.
“Selain salmon karena kita tidak punya, nilainya udang dan lain-lain itu cukup besar sekitar 14 miliar USD bahkan bisa sampai2 24 triliun USD, itu baru untuk tuna saja,” tuturnya.
Lokasi Biak yang lebih dekat, baik ke Jepang, AS, Tiongkok, Korea Selatan membuat keunggulan wilayah Saireri punya nilai tambah yang patut diperjuangkan.
Menurutnya, saat ini di Biak produksi ikan cukup tinggi, sementara pulau Jawa disuplai dari Biak.