lensaperistiwa.com – jakarta
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menegaskan kasus-kasus kekerasan seksual yang saat ini makin banyak terungkap ke permukaan dan dibicarakan, tidak terlepas dari tingginya partisipasi masyarakat dan peran serta dari organisasi masyarakat (ormas), dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual.
Oleh karenanya keterlibatan organisasi masyarakat (ormas) tersebut patut diapresiasi, sekaligus terus didukung untuk menurunkan angka kekerasan seksual.
“Untuk mengatasi tantangan dan kendala yang ada dalam penanganan perempuan korban kekerasan diperlukan penanganan secara komprehensif dan terintegrasi. Penanganan kekerasan seksual merupakan cross cutting issue yang perlu melibatkan berbagai sektor terkait mulai dari tingkat pusat, daerah, masyarakat, termasuk organisasi keagamaan, kemasyarakatan, akademisi dan stakeholder lainnya,” ujar Menteri PPPA dalam keterangan yang diperoleh Senin (21/2/2022).
Menteri PPPA mengungkapkan ide, gagasan, inisiasi dan rekomendasi konstruktif yang dapat mendorong upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual sangat diperlukan dari organisasi masyarakat.
Hal tersebut merupakan bentuk komitmen bersama antara pemerintah dan organisasi masyarakat untuk bersinergi dalam memutus mata rantai terjadinya kekerasan seksual.
“Kementerian PPPA telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat dan para pihak yang terkait, baik melalui sosialisasi, advokasi, maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan terkait dampak dan potensi yang menimbulkan kekerasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Kemen PPPA juga telah meluncurkan kebijakan dalam memastikan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual melibatkan masyarakat mulai dari tingkat akar rumput,” katanya.
Menteri PPPA menambahkan, urgensi adanya pengaturan hukum dalam membangun sistem pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual yang komprehensif. Oleh karena itu, dengan disahkannya RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) diharapkan dapat dijadikan payung hukum dan acuan dalam mencegah segala bentuk kekerasan seksual, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban, serta menindak pelaku, juga mewujudkan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI, Siti Ruhaini Dzuhayatin, mengatakan pelibatan berbagai pihak masyarakat sangat penting dalam mewujudkan terobosan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual.
“Oleh karenanya, dalam mengawal RUU TPKS untuk dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat, pelaksanaan diskusi publik menjadi hal yang penting. Adapun kelompok masyarakat yang turut dilibatkan diantaranya ulama, dan akademisi perempuan hingga aktivis ujarnya.(gilangNawawi)